TULANGBAWANG - Bupati Tulangbawang Qudrotul Ikhwan menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan insan pers usai kegiatan pemaparan capaian kinerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulangbawang tahun 2025 yang digelar Selasa (30/12/2025) dan berlanjut menjadi sorotan pada Rabu (31/12/2025).
Melalui Dinas Komunikasi dan Informatika, Pemkab Tulangbawang mengundang sedikitnya 58 media yang telah terverifikasi Dewan Pers, untuk meliput kegiatan pemaparan hasil kinerja yang berlangsung di ruang rapat kerja lantai dua kantor bupati.
Dalam forum tersebut, Bupati Qudrotul Ikhwan menyampaikan sejumlah indikator makro pembangunan daerah yang diklaim menunjukkan tren positif.
Bupati memaparkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tulangbawang pada 2025 mencapai angka 73,11, meningkat 0,87 poin dibandingkan tahun 2024 yang berada di angka 72,24.
Selain itu, ia juga mengklaim persentase penduduk miskin di Tulangbawang terus mengalami penurunan sejak 2020 hingga 2025.
“Peningkatan IPM dan penurunan kemiskinan menjadi indikator penting keberhasilan pembangunan daerah,” ujar Qudrotul Ikhwan dalam paparannya.
Namun, paparan tersebut dinilai sebagian awak media tidak sejalan dengan realitas yang mereka hadapi.
Sejumlah jurnalis mengaku datang dengan harapan adanya pembahasan terkait keberlangsungan media lokal, termasuk kepastian kerja sama dan kontribusi pemerintah daerah terhadap ekosistem pers di Tulangbawang.
Harapan tersebut tidak terjawab. Pertemuan justru diisi dengan pemaparan capaian kinerja dan penampilan sejumlah penghargaan yang diterima bupati, di antaranya, The Leader Magazine Award 2025 Category, The Best Leader Indonesia 2025 dari Seven Media Asia.
Sementara itu, isu keberlangsungan media lokal nyaris tidak tersentuh. Abdul Rohman, Jeffry Pratama, Erwinsyah, Feri Yadi, serta sejumlah jurnalis lainnya menyampaikan kebingungan sekaligus kekecewaan atas substansi pertemuan tersebut.
“Kami bingung dengan penerangan yang disampaikan bupati. Penurunan kemiskinan diklaim sebagai capaian, sementara para pekerja media di Tulangbawang sendiri sudah hampir dua tahun tidak mendapatkan kontribusi maupun kepastian pemasukan dari Pemkab. Lalu, di mana posisi media dalam narasi keberhasilan itu?,” ujar salah satu jurnalis.
Kekecewaan tersebut semakin terasa ketika para jurnalis yang hadir hanya menerima uang saku sebesar Rp150 ribu per orang.
Besaran tersebut dinilai tidak sebanding dengan peran pers sebagai mitra strategis pemerintah daerah dalam menyampaikan informasi publik.
Dengan nada kritis namun tetap terbuka, para awak media bahkan menyampaikan ucapan terima kasih atas “penghargaan” tersebut.
“Terima kasih kepada Bupati Tulangbawang. Setelah hampir dua tahun media ‘berpuasa’, penghargaan yang akhirnya diberikan pemerintah daerah kepada insan pers adalah Rp150 ribu,” ungkap seorang jurnalis dengan nada ironi.
Kritik ini bukan ditujukan untuk menafikan capaian pembangunan yang disampaikan pemerintah daerah, melainkan sebagai refleksi bahwa keberhasilan pembangunan semestinya juga tercermin dalam hubungan yang adil, setara, dan saling menghargai antara pemerintah dan pers sebagai salah satu pilar demokrasi.
Insan pers berharap ke depan Pemkab Tulangbawang tidak hanya berfokus pada angka statistik dan penghargaan simbolik, tetapi juga membangun dialog yang substantif dan berkelanjutan dengan media lokal.
Sebab, pembangunan yang berkeadilan tidak hanya diukur dari capaian makro, melainkan dari sejauh mana seluruh elemen, termasuk pers, dilibatkan dan dihargai secara nyata,"Pungkasnya (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar